1.1. Latar Belakang
Sejalan
dengan meningkatnya pembangunan prasarana fisik, seperti
pembangunan kantor-kantor, perumahan, jalan, jembatan dan sebagainya, kebutuhan
akan bahan galian golongan c (industri dan kontruksi), dari tahun ke tahun
meningkat pesat. Permintaan bahan galian ini akan memacu kegiatan penambangan,
baik yang dilakukan perusahaan – perusahaan besar maupun perusahaan kecil
(tambang rakyat). Kegiatan penambangan, disamping berdampak positif, juga tidak
jarang menimbulkan dampak negatif, yaitu apabila tidak dikelola dengan baik dan
tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan di sekitarnya.
Kerusakan
lingkungan yang terjadi yaitu akibat dari sistem penambangan yang tidak
mengikuti kaidah yang benar seperti rusaknya tanah pucuk (top soil),
terjadi lubang-lubang bukaan yang besar, batas kemiringan tebing galian sangat
curam, tinggi dinding galian sangat dalam. Akibat dari kerusakan lingkungan
geofisik tersebut juga mempengaruhi lingkungan yang lain seperti terjadinya
perubahan bentuk lahan, berubahnya fungsi lahan, tatanan air tidak berfungsi,
vegetasi penutup lahan hilang, terjadinya pencemaran debu, bekas lahan tambang
menjadi gersang karena tidak ada penanaman kembali. Pada masing-masing lokasi
tambang juga tidak dilakukannya reklamasi, tanah pucuk (top soil) tidak
diolah untuk menutupi kembali lahan yang sudah ditambang, sehingga lahan bekas
tambang ditinggalkan begitu saja tanpa ada upaya perbaikan maupun pemanfaatan
kembali.
Ekstraksi
bahan mineral dengan sistem tambang terbuka sering menyebabkan terpotongnya
puncak bukit dan menimbulkan lubang yang besar, bila tidak dilakukan reklamasi
lahan pasca penambangan maka akan menghasilkan relief morfologi yang ekstrim,
berupa bukit atau gundukan dan cekungan-cekungan besar. Pada waktu musim hujan,
cekungan besar tersebut berubah menjadi danau (Yusuf, 2008).
US-EPA
(1995) telah melakukan studi tentang pengaruh kegiatan pertambangan terhadap
kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia pada 66 kegiatan pertambangan. Hasil
studi disarikan pada Tabel 1 dan terlihat bahwa pencemaran air permukaan dan
air tanah merupakan dampak lingkungan yang sering terjadi akibat kegiatan
tersebut.
Tabel
1. Frekuensi terjadinya dampak lingkungan dari 66 kegiatan pertambangan.
Jenis Dampak
|
Persen Kejadian
|
Pencemaran Air Permukaan
|
70
|
Pencemaran Air Tanah
|
65
|
Pencemaran Tanah
|
50
|
Kesehatan Manusia
|
35
|
Kerusakan Flora dan Fauna
|
25
|
Pencemaran Udara
|
20
|
Sumber : US EPA, (1995)
|
Sejalan dengan pemberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintah Daerah pada tahun 2001 merupakan era memacu proses
desentralisasi di berbagai sektor pemerintahan termasuk sektor pertambangan,
maka isu kualitas lingkungan sangat perlu diperhatikan dan dipertimbangkan
dalam setiap kegiatan penambangan untuk menjamin keseimbangan antara kebutuhan
manusia dan kelestarian lingkungan.
Dalam
upaya mengatasi kondisi lahan pasca tambang yang rusak, maka dilakukan berbagai
alternatif penataan kawasan atau lahan seperti kawasan perumahan, kawasan
perkebunan, kawasan pertanian kawasan budidaya perikanan, kawasan pariwisata
dan lain sebagainya, untuk mengurangi dampak akibat penambangan dan
menguntungkan bagi masyarakat sekitarnya, yang sebelumnya harus dilakukan
beberapa perlakuan khusus untuk menunjang kawasan tersebut.
Mengingat
pemanfaatan kawasan atau lahan adalah bagian dari pembangunan untuk menuju
keadilan dan kesejahteraan masyarakat, masa kini dan masa mendatang atau
pembangunan berkelanjutan, maka keberadaan informasi geologi lingkungan (aspek
fisik) perlu mendapatkan perhatian seimbang, selain faktor-faktor lain (aspek
sosial budaya, aspek ekonomi) yang digunakan dalam penataan ruang. Peranan
geologi lingkungan dalam pemanfaatan lahan sangat penting untuk
menghindari daerah-daerah yang berpotensi bahaya (gerakan tanah/longsor,
kegempaan, bahaya gunungapi) untuk digunakan menjadi sebuah kawasan/penggunaan
lahan.
Lahan
merupakan sumber daya alam yang memiliki keterbatasan dalam menampung kegiatan
manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam tersebut. Banyak kasus kerugian atau
korban yang disebabkan oleh ketidaksesuaian penggunaan lahan yang melampaui
kapasitasnya. Untuk itu perlu dikenali sedini mungkin karakteristik fisik
(geologi lingkungan) suatu wilayah maupun kawasan untuk dikembangkan, baik
potensi sumberdaya alamnya maupun kerawanan bencana yang dikandungnya, yang
kemudian disebut sebagai potensi dan kendala dalam pengembangan wilayah atau
kawasan.
Ketersediaan
data dan informasi geologi lingkungan wilayah atau kawasan untuk mengenali
karakteristik sumberdaya alam dilakukan dengan, menelaah kemampuan dan
kesesuaian lahan, agar pemanfaatan lahan pasca tambang dapat dilakukan secara
optimal, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Secara umum informasi penting
yang harus diketahui yaitu: topografi, klimatologi, penggunaan lahan, geologi,
hidrogeologi, sumberdaya bahan galian/mineral dan bahaya geologi (gerakan
tanah/longsor, gempa, bahaya gunung api, tsunami).
Menurut
Azman (2007) penataan kawasan atau lahan bertujuan untuk pemenuhan
kesejahteraan hidup masyarakat dan diperlukan perencanaan secara menyeluruh
yang meliputi aspek-aspek kemanusiaan, ekosistem, sumberdaya alam, geologi,
ekonomi, sosial, politik, pertahanan dan keamanan, kesehatan masyarakat yang
kesemuanya ini merupakan komponen-komponen lingkungan hidup. Sedangkan untuk
penetapan suatu kawasan dalam konteks penataan ruang, unsur-unsur yang perlu
dipertimbangkan adalah : (i) batas wilayah, (ii) kedudukan terhadap lokasi yang
berkepentingan, (iii) luas tanah yang dapat digunakan, (iv) sifat tanah untuk
fondasi, (v) persediaan air, (vi) topografi, (vii) sistem penyaluran/pembuangan
air, (viii) jalan penghubung dan (ix) kegempaan.
Chand
(1998) dalam Suratman (2005) berpendapat bahwa proses perencanaan memerlukan
parameter-parameter : ekonomi, kependudukan, pemanfaatan lahan (land-use),
lingkungan (hidup), transportasi dan geologic hazards. Termasuk dalam geologic
hazards di sini adalah gempa bumi, letusan gunung api, tanah longsor, tanah
bergerak, banjir dan gelombang pasang (tsunami).
Lahan
pasca tambang yang dipilih untuk penelitian ini adalah lahan tambang di
Desa Tanjungwangi, Kelurahan Sukamelang, Kecamatan Subang, Kabupaten Subang
yang luasnya lebih dari 23 Ha. Pemilihan daerah ini didasarkan pertimbangan,
sebagian besar lahan pasca tambang di daerah ini belum dilakukan pemanfaatan
secara optimal, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan berupa
lubang-lubang bekas galian yang tergenang air dengan kedalaman lebih dari 9
meter diatas tanah setempat.
1.2. Rumusan Masalah
Kegiatan
penambangan terbuka yang didahului dengan pembukaan lahan (land clearing), pengikisan
lapisan tanah atas, pengerukan dan penimbunan menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan berupa meningkatnya laju erosi, aliran permukaan (run-off),
sedimentasi dan rusaknya wilayah penangkap air (watershed areas) serta
terganggunya tingkat stabilitas lahan (Setiadi, 2006).
Agar
lahan pasca tambang dapat digunakan menurut potensinya diperlukan suatu kajian
evaluasi lahan untuk dapat menafsirkan data lahan ke dalam parameter-parameter
potensi lahan (Sys et al., 1991). Sehubungan dengan itu akan dilakukan kajian
potensi lahan secara fisik, dengan menggunakan analisis geologi lingkungan yang
bertujuan untuk mengetahui keleluasaan kawasan dalam pengembangan wilayah, dan
analisis kelas kesesuaian lahan untuk menentukan komoditas pertanian yang
sesuai dengan potensi lahan lahan pasca tambang pasir.
Berdasarkan
latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian yang
diajukan adalah: Dalam bentuk apa pemanfaatan lahan yang sesuai dengan
karakteristik geologi lingkungan untuk direncanakan pada lahan pasca tambang
pasir?
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud
penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi karakteristik fisik lahan pasca
tambang dan mengidentifikasi lahan yang sesuai dan aman untuk dijadikan sebuah
kawasan ditinjau dari aspek fisik.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Penelitian
ini bertujuan untuk menentukan arahan pemanfaatan lahan pasca tambang
berdasarkan karakteristik geologi lingkungan, dan menentukan bentuk komoditas
pertanian yang sesuai dengan potensi lahan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Memberikan dasar pertimbangan (arahan) bagi perencana dan pelaksana
pengembangan wilayah, khususunya dalam pemanfaatan lahan pasca tambang untuk
komoditas pertanian di Desa Tanjungwangi, Kecamatan Subang, Kabupaten Subang.
Sumber: http://fileq.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar