Senin, 07 Januari 2013

Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang

1.1. Latar Belakang

Sejalan dengan meningkatnya pembangunan  prasarana  fisik, seperti pembangunan kantor-kantor, perumahan, jalan, jembatan dan sebagainya, kebutuhan akan bahan galian golongan c (industri dan kontruksi), dari tahun ke tahun meningkat pesat. Permintaan bahan galian ini akan memacu kegiatan penambangan, baik yang dilakukan perusahaan – perusahaan besar maupun perusahaan kecil (tambang rakyat). Kegiatan penambangan, disamping berdampak positif, juga tidak jarang menimbulkan dampak negatif, yaitu apabila tidak dikelola dengan baik dan tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan di sekitarnya.
Kerusakan lingkungan yang terjadi yaitu akibat dari sistem penambangan yang tidak mengikuti kaidah yang benar seperti rusaknya tanah pucuk (top soil), terjadi lubang-lubang bukaan yang besar, batas kemiringan tebing galian sangat curam, tinggi dinding galian sangat dalam. Akibat dari kerusakan lingkungan geofisik tersebut juga mempengaruhi lingkungan yang lain seperti terjadinya perubahan bentuk lahan, berubahnya fungsi lahan, tatanan air tidak berfungsi, vegetasi penutup lahan hilang, terjadinya pencemaran debu, bekas lahan tambang menjadi gersang karena tidak ada penanaman kembali. Pada masing-masing lokasi tambang juga tidak dilakukannya reklamasi, tanah pucuk (top soil) tidak diolah untuk menutupi kembali lahan yang sudah ditambang, sehingga lahan bekas tambang ditinggalkan begitu saja tanpa ada upaya perbaikan maupun pemanfaatan kembali.
Ekstraksi bahan mineral dengan sistem tambang terbuka sering menyebabkan terpotongnya puncak bukit dan menimbulkan lubang yang besar, bila tidak dilakukan reklamasi lahan pasca penambangan maka akan menghasilkan relief morfologi yang ekstrim, berupa bukit atau gundukan dan cekungan-cekungan besar. Pada waktu musim hujan, cekungan besar tersebut berubah menjadi danau (Yusuf, 2008).
US-EPA (1995) telah melakukan studi tentang pengaruh kegiatan pertambangan terhadap kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia pada 66 kegiatan pertambangan. Hasil studi disarikan pada Tabel 1 dan terlihat bahwa pencemaran air permukaan dan air tanah merupakan dampak lingkungan yang sering terjadi akibat kegiatan tersebut.
Tabel 1.  Frekuensi terjadinya dampak lingkungan dari 66 kegiatan pertambangan.
Jenis Dampak
Persen Kejadian
Pencemaran Air Permukaan
70
Pencemaran Air Tanah
65
Pencemaran Tanah
50
Kesehatan Manusia
35
Kerusakan Flora dan Fauna
25
Pencemaran Udara
20
Sumber : US EPA, (1995)

            Sejalan dengan pemberlakukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah pada tahun 2001 merupakan era memacu proses desentralisasi di berbagai sektor pemerintahan termasuk sektor pertambangan, maka isu kualitas lingkungan sangat perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam setiap kegiatan penambangan untuk menjamin keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian lingkungan.
Dalam upaya mengatasi kondisi lahan pasca tambang yang rusak, maka dilakukan berbagai alternatif penataan kawasan atau lahan seperti kawasan perumahan, kawasan perkebunan, kawasan pertanian kawasan budidaya perikanan, kawasan pariwisata dan lain sebagainya, untuk mengurangi dampak akibat penambangan dan menguntungkan bagi masyarakat sekitarnya, yang sebelumnya harus dilakukan beberapa perlakuan khusus untuk menunjang kawasan tersebut.
Mengingat pemanfaatan kawasan atau lahan adalah bagian dari pembangunan untuk menuju keadilan dan kesejahteraan masyarakat, masa kini dan masa mendatang atau pembangunan berkelanjutan, maka keberadaan informasi geologi lingkungan (aspek fisik) perlu mendapatkan perhatian seimbang, selain faktor-faktor lain (aspek sosial budaya, aspek ekonomi) yang digunakan dalam penataan ruang. Peranan geologi lingkungan dalam pemanfaatan lahan  sangat penting untuk menghindari daerah-daerah yang berpotensi bahaya (gerakan tanah/longsor, kegempaan, bahaya gunungapi) untuk digunakan menjadi sebuah kawasan/penggunaan lahan.
Lahan merupakan sumber daya alam yang memiliki keterbatasan dalam menampung kegiatan manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam tersebut. Banyak kasus kerugian atau korban yang disebabkan oleh ketidaksesuaian penggunaan lahan yang melampaui kapasitasnya. Untuk itu perlu dikenali sedini mungkin karakteristik fisik (geologi lingkungan) suatu wilayah maupun kawasan untuk dikembangkan, baik potensi sumberdaya alamnya maupun kerawanan bencana yang dikandungnya, yang kemudian disebut sebagai potensi dan kendala dalam pengembangan wilayah atau kawasan.
Ketersediaan data dan informasi geologi lingkungan wilayah atau kawasan untuk mengenali karakteristik sumberdaya alam dilakukan dengan, menelaah kemampuan dan kesesuaian lahan, agar pemanfaatan lahan pasca tambang dapat dilakukan secara optimal, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Secara umum informasi penting yang harus diketahui yaitu: topografi, klimatologi, penggunaan lahan, geologi, hidrogeologi, sumberdaya bahan galian/mineral dan bahaya geologi (gerakan tanah/longsor, gempa, bahaya gunung api, tsunami).
Menurut Azman (2007) penataan kawasan atau lahan bertujuan untuk pemenuhan kesejahteraan hidup masyarakat dan diperlukan perencanaan secara menyeluruh yang meliputi aspek-aspek kemanusiaan, ekosistem, sumberdaya alam, geologi, ekonomi, sosial, politik, pertahanan dan keamanan, kesehatan masyarakat yang kesemuanya ini merupakan komponen-komponen lingkungan hidup. Sedangkan untuk penetapan suatu kawasan dalam konteks penataan ruang, unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan adalah : (i) batas wilayah, (ii) kedudukan terhadap lokasi yang berkepentingan, (iii) luas tanah yang dapat digunakan, (iv) sifat tanah untuk fondasi, (v) persediaan air, (vi) topografi, (vii) sistem penyaluran/pembuangan air, (viii) jalan penghubung dan (ix) kegempaan.
Chand (1998) dalam Suratman (2005) berpendapat bahwa proses perencanaan memerlukan parameter-parameter : ekonomi, kependudukan, pemanfaatan lahan (land-use), lingkungan (hidup), transportasi dan geologic hazards. Termasuk dalam geologic hazards di sini adalah gempa bumi, letusan gunung api, tanah longsor, tanah bergerak, banjir dan gelombang pasang (tsunami).
Lahan pasca tambang yang dipilih untuk penelitian ini adalah lahan  tambang di Desa Tanjungwangi, Kelurahan Sukamelang, Kecamatan Subang, Kabupaten Subang yang luasnya lebih dari 23 Ha. Pemilihan daerah ini didasarkan pertimbangan, sebagian besar lahan pasca tambang di daerah ini belum dilakukan pemanfaatan secara optimal, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan berupa lubang-lubang bekas galian yang tergenang air dengan kedalaman lebih dari 9 meter diatas tanah setempat.

1.2. Rumusan Masalah
Kegiatan penambangan terbuka yang didahului dengan pembukaan lahan (land clearing), pengikisan lapisan tanah atas, pengerukan dan penimbunan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan berupa meningkatnya laju erosi, aliran permukaan (run-off), sedimentasi dan rusaknya wilayah penangkap air (watershed areas) serta terganggunya tingkat stabilitas lahan (Setiadi, 2006).
Agar lahan pasca tambang dapat digunakan menurut potensinya diperlukan suatu kajian evaluasi lahan untuk dapat menafsirkan data lahan ke dalam parameter-parameter potensi lahan (Sys et al., 1991). Sehubungan dengan itu akan dilakukan kajian potensi lahan secara fisik, dengan menggunakan analisis geologi lingkungan yang bertujuan untuk mengetahui keleluasaan kawasan dalam pengembangan wilayah, dan analisis kelas kesesuaian lahan untuk menentukan komoditas pertanian yang sesuai dengan potensi lahan lahan pasca tambang pasir.
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah: Dalam bentuk apa pemanfaatan lahan yang sesuai dengan karakteristik geologi lingkungan untuk direncanakan pada lahan pasca tambang pasir?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi karakteristik fisik lahan pasca tambang dan mengidentifikasi lahan yang sesuai dan aman untuk dijadikan sebuah kawasan ditinjau dari aspek fisik.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan arahan pemanfaatan lahan pasca tambang berdasarkan karakteristik geologi lingkungan, dan menentukan bentuk komoditas pertanian yang sesuai dengan potensi lahan.

1.4. Kegunaan Penelitian
Memberikan dasar pertimbangan (arahan) bagi perencana dan pelaksana pengembangan wilayah, khususunya dalam pemanfaatan lahan pasca tambang untuk komoditas pertanian di Desa Tanjungwangi, Kecamatan Subang, Kabupaten Subang.

Sumber: http://fileq.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar